Contoh pertama :
Pencemaran Nama Baik lewat Twitter Berakhir Damai
SOLO – Kasus pencemaran nama baik melalui media sosial Twitter di Solo
berakhir damai. Eka Hari Wibawa, wartawan Metro TV yang mengadukan kasus itu ke
Polresta Solo, mencabut laporannya, Rabu (24/7/2013). Si penulis Twitter yang
dianggap mencemarkan, Ricky Rudyanto (24) pun bersedia minta maaf secara
terbuka kepada korps jurnalis.
“Sejak awal sudah saya rencanakan, asal yang bersangkutan mengakui
kesalahannya dan minta maaf, rasanya tidak perlu diperpanjang lagi. Kita
selesaikan ini sampai di sini,” ucap Bowo – begitu dia biasa dipanggil—usai
mencabut laporan di Satreskrim Polresta Solo siang tadi.
Kasus ini berawal dari ricuh antara sekelompok wartawan di Solo dengan
mahasiswa yang tengah berunjuk rasa menentang rencana kenaikan harga BBM,
tanggal 21 Juni 2013 lalu. Bowo saat itu mengalami perlakuan kasar,
dibentak-bentak oleh beberapa peserta aksi yang berpawai di Jalan Slamet
Riyadi. Selain itu dia juga diusir dengan ucapan, “Kami tidak butuh wartawan!”
Tindakan tak simpatik itu memicu solidaritas wartawan lainnya, yang langsung
memboikot pemberitaan aksi.
“Karena kejadian itu, saya terpicu emosi,
meski tidak melihat ricuhnya secara langsung. Waktu ricuh di dekat Sriwedari
itu saya ada di seputar Gladag,” tutur Ricky mengisahkan.
Maka, saat itu dia menulis di akun Twitternya @aniki_ricky “Kalo di KPK ada
Mario, di Solo ada Bowo. Mereka wartawan @Metro_TV yang provokator #memalukan.”
Meski, faktanya tulisan itu tak berumur panjang karena Riki menghapusnya
kembali, namun Bowo sempat mengopy tulisan itu yang kemudian dijadikan barang
bukti saat melapor.
“Saya melapor karena tulisan itu mengait ke akun Twitter tempat saya
bekerja. Juga dibaca publik. Saya harus mengambil langkah hukum agar tuduhan
itu terpatahkan. Pekerjaan wartawan membutuhkan kepercayaan penuh dari publik,
dari kantor saya juga,” ujar Bowo.
Dengan diterimanya laporan itu oleh polisi, ditambah dengan pengakuan dari
Ricky, Bowo menganggap kasus itu tidak perlu diteruskan lagi. Siang tadi,
disaksikan belasan wartawan, mereka berdamai dan dilanjutkan dengan permintaan
maaf dari Riki kepada korps jurnalis di Solo.
Meski masalah dengan Ricky selesai, namun masih ada persoalan yang berbeda.
“Dengan kawanan mahasiswa yang berunjuk rasa kami belum menganggap masalah
selesai. Dulu koordinator lapangan berjanji mau minta maaf secara terbuka, tapi
tidak dilakukan sampai sekarang,” ujar Muchus Budi Rahayu, wartawan Detik.com
dibenarkan oleh para wartawan yang hadir. Ari Kristyono | @arikrist
Contoh kedua:
Bullying Di Don Bosco, Berakhir Dengan Damai
Setelah
melalui proses yang panjang, kasus kekerasan yang terjadi di Sekolah SMA Seruni
Don Bosco akhirnya menggunakan jalur perdamaian. Segala tuntutan dan laporan
kepolisian untuk tersangka bullying dicabut. Namun para pelaku berjanji tidak
akan melakukan kekerasan dan siap menerima hukuman jika mengulanginya lagi.
Berawal dari sebuah kicauan di media sosial twitter,
kasus bullying Sekolah Don Bosco muncul ke publik. Dalam media
sosial tersebut pemilik akun twitter @shint twitt mengecam tindakan
beberapa siswa Don Bosco yang melakukan kekerasan terhadap saudaranya yang baru
masuk sekolah di acara pengenalan sekolah atau biasa di sebut dengan MOS ( masa
orientasi sekolah). Dengan kesan dongkol si empunya akun twitter
mencemooh pelaku bullying. Salah satu tulisan yang mengecam di akun tersebut
adalah “menyedihkan, tindakan ini seolah2 malah berusaha ditutupi. Do
you know what it causes the victim? Ketakutan, hilang percaya diri,
demotivated,” . Di akun tersebut juga ditulis bahwa si korban mengalami
intimidasi secara mental dan fisik, bahkan korban terluka akibat disundut
rokok.
Tak dinyana, kicauan dalam twitter tersebut mendapat
respon yang amat banyak dari follower . Mereka mengecam tindakan
bullying tersebut. Berbagai dukungan untuk mengungkap kasus tersebut datang
dari berbagai pihak. “Its hurts my heart. Lets fight for bullying! This
ain’t right Ary. Keep strong and go on!,” tulis salah satu akun twitter
@aziariajazzahra.
Dari dunia maya tersebut, kasus bullying di Sekolah
Don Bosco Pondok Indah muncul ke permukaan. Berbagai media, baik elektronik, cetak bahkan online gencar mengabarkan
kasus tersebut. Berbagai pihak terutama para pengamat dan praktisi pendidikan
ikut mencermati kasus bullying tersebut, apalagi kasus ini kerap terjadi
di beberapa sekolah, terutama saat masa orientasi siswa. Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Moh. Nuh dalam keterangannya meminta agar pelaku bullying di
sekolah harus diberikan sanksi tegas. “ Sanksi tegas apa saja, dan pihak
keluarga mempersilakan melaporkan kasus bullying ke polisi,” ujarnya.
Adalah A, salah satu inisial siswa yang menjadi
korban kekerasan di Sekolah Don Bosco Pondok Indah, Jakarta Selatan. Orang
tuanya melaporkan kasus yang menimpa anaknya tersebut ke Polres Jakarta
Selatan. Dalam laporannya, pihak korban juga melampirkan visum, sebagai bukti
penganiayaan yang dialaminya. Namun, tak hanya keluarga A yang melaporkan kasus
tersebut, beberapa hari setelah keluarga A melapor, keluarga temannya yang
menjadi korban juga ikut melaporkan.
Dalam waktu beberapa hari, polisi melakukan penyelidikan
kasus tersebut. Mulai dari pemeriksaan saksi, korban sampai pemanggilan pelaku
penganiayaan. Tak hanya itu, pihak guru Sekolah Don Bosco juga ikut dipanggil
untuk dimintai keterangan. Dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi dan korban,
polisi menetapkan tujuh orang tersangka. Ketujuh tersangka tersebut adalah AH,
AK, KH, RR, RJ, SH dan GC. Dalam pemeriksaannya mereka mengakui telah melakukan
tindak kekerasan saat acara MOS. Atas perbuatannya tersebut, mereka ditahan di
LP Salemba, khusus anak-anak.
dok.
rahmat
Namun penahanan yang seharusnya berlaku hingga 20 hari
tersebut tidak berlangsung lama, baru dua hari proses penahanan dilakukan,
polisi menangguhkan penahanannya. Hal ini dilakukan setelah ada mediasi dari
pihak keluarga korban dan pelaku beserta pihak Sekolah Don Boco sendiri di
Polda Metro Jaya (4/8). Mediasi juga dilakukan dengan menyertakan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan polisi. Menurut Kasat Reskrim Polres
Metro Jakarta Selatan, AKBP Hermawan, ketika dihubungi melalui telepon,
penangguhan dilakukan karena ketujuh tersangka masih harus melanjutkan
sekolahnya. “Alasannya karena mereka mau sekolah,” ujarnya.
Sepakat berdamai
Tak hanya menangguhkan penahanan para tersangka bullying
di SMA Don Bosco Pondok Indah, pihak keluarga korban dan keluarga tersangka
juga sepakat untuk melakukan jalan damai dalam menyelesaikan kasus tersebut.
Selasa (7/8) pihak korban kekerasan sepakat akan mencabut laporan yang sudah
dilaporkan ke Mapolres Jakarta Selatan.
Dalam perdamaian tersebut, seperti yang dikutip dari
kompas.com, setidaknya ada 12 janji atau ikrar yang disepakati baik dari pihak
korban maupun tersangka. Ke 12 ikrar tersebut adalah:
1. Pelaku menyampaikan permohonan maaf secara formal kepada korban di hadapan warga SMA Seruni Don Bosco serta menyesali perbuatan yang telah dilakukan.
2. Pelaku berjanji tidak mengulangi perbuatannya, kepada
korban maupun warga sekolah. Apabila pelaku melanggar, polisi dapat melakukan
penahanan terhadap pelaku, pelaku juga mendapat sanksi hukum menurut ketentuan
hukum yang berlaku. Dalam hal ini pelaku mendapatkan sanksi dikeluarkan dari
sekolah, pelaku tidak akan mengajukan tuntutan, gugatan, atau proses hukum apa
pun terhadap pihak sekolah atas keputusan yang dimaksud.
3. Setelah penandatanganan pernyataan ini, pelaku akan
kembali mengikuti kegiatan belajar setelah menjalani terapi perilaku dan
mendapat rekomendasi dari psikolog profesional yang ditunjuk.
4. Pelaku bersedia mengikuti penuh dan sungguh-sungguh
program pembinaan konseling yang akan digelar sekolah bekerja sama dengan
lembaga yang bergerak dalam bidang itu selama 20 hari.
5. Pelaku dilibatkan aktif sebagai agen perubahan kampanye
“Stop Bullying” yang dirancang bersama-sama pihak sekolah, orang tua, dan
kelompok masyarakat sipil yang kompeten bergerak di perlindungan anak.
6. Pihak sekolah berupaya memberikan perlindungan terhadap
kemungkinan terjadinya tindak kekerasan atau ancaman kekerasan baik fisik
maupun psikis oleh pelaku terhadap korban, selama proses belajar berlangsung.
7. Korban bullying tidak menuntut lagi atas
kejadian tanggal 21, 23, 24 Juli 2012 yang telah dilakukan pelaku.
8. Korban bullying bersedia mencabut laporan
polisi di Polres Metro Jakarta Selatan dan mengupayakan serta mendukung
kepolisian mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan.
9. Pihak sekolah memberikan pembinaan dalam rangka pemulihan
psikologis kepada korban dengan bantuan psikolog.
10. Seluruh biaya perkara ditanggung pelaku termasuk biaya
medis, psikis, pemulihan pembinaan, dan proses hukum.
11. Masing-masing orangtua menandatangani pernyataan ini
menjamin dan menyatakan bahwa mereka telah memperoleh kewenangan dari
pasangannya dan karenanya mempunyai kewenangan penuh untuk bertindak sebagai
kedua orang tua pelajar dimaksud.
12. Pernyataan damai ini dibuat kedua pihak dengan tidak ada
unsur paksaan atau pengaruh pihak mana pun.
Ikrar ini menjadi pertanda baik, tak hanya bagi Sekolah Don
Bosco, tetapi juga untuk seluruh sekolah di tanah air dalam upaya menyelesaikan
tindak kekerasan di sekolah. Ada hikmah yang bisa diambil dalam
penyelesaian kasus kekerasan tersebut. Penyelesaian tersebut adalah dengan
mengupayakan dialog yang melibatkan korban, pelaku, keluarga korban dan
pelaku.