Wednesday, April 16, 2014

Contoh kasus pelanggaran etika dunia maya

Kali ini kita akan membahas tentang etika dalam dunia maya yang berujung kelaporan polisi sampai berujung damai oleh kedua belah pihak.

Contoh pertama :



Pencemaran Nama Baik lewat Twitter Berakhir Damai


SOLO – Kasus pencemaran nama baik melalui media sosial Twitter di Solo berakhir damai. Eka Hari Wibawa, wartawan Metro TV yang mengadukan kasus itu ke Polresta Solo, mencabut laporannya, Rabu (24/7/2013). Si penulis Twitter yang dianggap mencemarkan, Ricky Rudyanto (24) pun bersedia minta maaf secara terbuka kepada korps jurnalis.

“Sejak awal sudah saya rencanakan, asal yang bersangkutan mengakui kesalahannya dan minta maaf, rasanya tidak perlu diperpanjang lagi. Kita selesaikan ini sampai di sini,” ucap Bowo – begitu dia biasa dipanggil—usai mencabut laporan di Satreskrim Polresta Solo siang tadi.
Kasus ini berawal dari ricuh antara sekelompok wartawan di Solo dengan mahasiswa yang tengah berunjuk rasa menentang rencana kenaikan harga BBM, tanggal 21 Juni 2013 lalu.  Bowo saat itu mengalami perlakuan kasar, dibentak-bentak oleh beberapa peserta aksi yang berpawai di Jalan Slamet Riyadi. Selain itu dia juga diusir dengan ucapan, “Kami tidak butuh wartawan!”

Tindakan tak simpatik itu memicu solidaritas wartawan lainnya, yang langsung memboikot pemberitaan aksi. 
 “Karena kejadian itu, saya terpicu emosi, meski tidak melihat ricuhnya secara langsung. Waktu ricuh di dekat Sriwedari itu saya ada di seputar Gladag,” tutur Ricky mengisahkan.
Maka, saat itu dia menulis di akun Twitternya @aniki_ricky “Kalo di KPK ada Mario, di Solo ada Bowo. Mereka wartawan @Metro_TV yang provokator #memalukan.”  Meski, faktanya tulisan itu tak berumur panjang karena Riki menghapusnya kembali, namun Bowo sempat mengopy tulisan itu yang kemudian dijadikan barang bukti saat melapor.

“Saya melapor karena tulisan itu mengait ke akun Twitter tempat saya bekerja. Juga dibaca publik. Saya harus mengambil langkah hukum agar tuduhan itu terpatahkan. Pekerjaan wartawan membutuhkan kepercayaan penuh dari publik, dari kantor saya juga,” ujar Bowo.
Dengan diterimanya laporan itu oleh polisi, ditambah dengan pengakuan dari Ricky, Bowo menganggap kasus itu tidak perlu diteruskan lagi. Siang tadi, disaksikan belasan wartawan, mereka berdamai dan dilanjutkan dengan permintaan maaf dari Riki kepada korps jurnalis di Solo.
Meski masalah dengan Ricky selesai, namun masih ada persoalan yang berbeda. “Dengan kawanan mahasiswa yang berunjuk rasa kami belum menganggap masalah selesai. Dulu koordinator lapangan berjanji mau minta maaf secara terbuka, tapi tidak dilakukan sampai sekarang,” ujar Muchus Budi Rahayu, wartawan Detik.com dibenarkan oleh para wartawan yang hadir. Ari Kristyono | @arikrist



Contoh kedua:


Bullying Di Don Bosco, Berakhir Dengan Damai 







Setelah melalui proses yang panjang, kasus kekerasan yang terjadi di Sekolah SMA Seruni Don Bosco akhirnya menggunakan jalur perdamaian. Segala tuntutan dan laporan kepolisian untuk tersangka bullying dicabut. Namun para pelaku berjanji tidak akan melakukan kekerasan dan siap menerima hukuman jika mengulanginya lagi.


Berawal dari sebuah kicauan di media sosial twitter, kasus bullying  Sekolah Don Bosco muncul ke publik. Dalam media sosial tersebut pemilik akun twitter @shint twitt mengecam tindakan beberapa siswa Don Bosco yang melakukan kekerasan terhadap saudaranya yang baru masuk sekolah di acara pengenalan sekolah atau biasa di sebut dengan MOS ( masa orientasi sekolah). Dengan kesan  dongkol  si empunya akun twitter mencemooh pelaku bullying. Salah satu tulisan yang mengecam di akun tersebut adalah  “menyedihkan, tindakan ini seolah2 malah berusaha ditutupi. Do you know what it causes the victim? Ketakutan, hilang percaya diri, demotivated,” . Di akun tersebut juga ditulis bahwa si korban mengalami intimidasi secara mental dan fisik, bahkan korban terluka akibat disundut rokok.


Tak dinyana, kicauan dalam twitter tersebut mendapat respon yang amat banyak dari follower . Mereka mengecam tindakan bullying tersebut. Berbagai dukungan untuk mengungkap kasus tersebut datang dari berbagai pihak. “Its hurts my heart. Lets fight for bullying! This ain’t right Ary. Keep strong and go on!,” tulis salah satu akun twitter @aziariajazzahra.

Dari dunia maya tersebut, kasus bullying di Sekolah Don Bosco Pondok Indah muncul ke permukaan. Berbagai media, baik elektronik, cetak bahkan online gencar mengabarkan kasus tersebut. Berbagai pihak terutama para pengamat dan praktisi pendidikan ikut mencermati kasus bullying tersebut, apalagi kasus ini kerap terjadi di beberapa sekolah, terutama saat masa orientasi siswa. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Moh. Nuh dalam keterangannya meminta agar pelaku bullying di sekolah harus diberikan sanksi tegas. “ Sanksi tegas apa saja, dan pihak keluarga mempersilakan melaporkan kasus bullying ke polisi,” ujarnya.


Adalah A, salah satu inisial siswa  yang  menjadi korban kekerasan di Sekolah Don Bosco Pondok Indah, Jakarta Selatan. Orang tuanya melaporkan kasus yang menimpa anaknya tersebut ke Polres Jakarta Selatan. Dalam laporannya, pihak korban juga melampirkan visum, sebagai bukti penganiayaan yang dialaminya. Namun, tak hanya keluarga A yang melaporkan kasus tersebut, beberapa hari setelah keluarga A melapor, keluarga temannya yang menjadi korban juga ikut melaporkan.

Dalam waktu beberapa hari, polisi melakukan penyelidikan kasus tersebut. Mulai dari pemeriksaan saksi, korban sampai pemanggilan pelaku penganiayaan. Tak hanya itu, pihak guru Sekolah Don Bosco juga ikut dipanggil untuk dimintai keterangan. Dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi dan korban, polisi menetapkan tujuh orang tersangka. Ketujuh tersangka tersebut adalah AH, AK, KH, RR, RJ, SH dan GC. Dalam pemeriksaannya mereka mengakui telah melakukan tindak kekerasan saat acara MOS. Atas perbuatannya tersebut, mereka ditahan di LP Salemba, khusus anak-anak.

dok. rahmat

Namun penahanan yang seharusnya berlaku hingga 20 hari tersebut tidak berlangsung lama, baru dua hari proses penahanan dilakukan, polisi menangguhkan penahanannya. Hal ini dilakukan setelah ada mediasi dari pihak keluarga korban dan pelaku beserta pihak Sekolah Don Boco sendiri di Polda Metro Jaya (4/8). Mediasi juga dilakukan dengan menyertakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan polisi. Menurut Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Hermawan, ketika dihubungi melalui telepon, penangguhan dilakukan karena ketujuh tersangka masih harus melanjutkan sekolahnya. “Alasannya karena mereka mau sekolah,” ujarnya.
Sepakat berdamai

Tak hanya menangguhkan penahanan para tersangka bullying di SMA Don Bosco Pondok Indah, pihak keluarga korban dan keluarga tersangka juga sepakat untuk melakukan jalan damai dalam menyelesaikan kasus tersebut. Selasa (7/8) pihak korban kekerasan sepakat akan mencabut laporan yang sudah dilaporkan ke Mapolres Jakarta Selatan.

dok.rahmat

Dalam perdamaian tersebut, seperti yang dikutip dari kompas.com, setidaknya ada 12 janji atau ikrar yang disepakati baik dari pihak korban maupun tersangka. Ke 12 ikrar tersebut adalah:

1. Pelaku menyampaikan permohonan maaf secara formal kepada korban di hadapan warga SMA Seruni Don Bosco serta menyesali perbuatan yang telah dilakukan.

2. Pelaku berjanji tidak mengulangi perbuatannya, kepada korban maupun warga sekolah. Apabila pelaku melanggar, polisi dapat melakukan penahanan terhadap pelaku, pelaku juga mendapat sanksi hukum menurut ketentuan hukum yang berlaku. Dalam hal ini pelaku mendapatkan sanksi dikeluarkan dari sekolah, pelaku tidak akan mengajukan tuntutan, gugatan, atau proses hukum apa pun terhadap pihak sekolah atas keputusan yang dimaksud.

3. Setelah penandatanganan pernyataan ini, pelaku akan kembali mengikuti kegiatan belajar setelah menjalani terapi perilaku dan mendapat rekomendasi dari psikolog profesional yang ditunjuk.

4. Pelaku bersedia mengikuti penuh dan sungguh-sungguh program pembinaan konseling yang akan digelar sekolah bekerja sama dengan lembaga yang bergerak dalam bidang itu selama 20 hari.

5. Pelaku dilibatkan aktif sebagai agen perubahan kampanye “Stop Bullying” yang dirancang bersama-sama pihak sekolah, orang tua, dan kelompok masyarakat sipil yang kompeten bergerak di perlindungan anak.

6. Pihak sekolah berupaya memberikan perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya tindak kekerasan atau ancaman kekerasan baik fisik maupun psikis oleh pelaku terhadap korban, selama proses belajar berlangsung.

7. Korban bullying  tidak menuntut lagi atas kejadian tanggal 21, 23, 24 Juli 2012 yang telah dilakukan pelaku.

8. Korban bullying  bersedia mencabut laporan polisi di Polres Metro Jakarta Selatan dan mengupayakan serta mendukung kepolisian mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan.

9. Pihak sekolah memberikan pembinaan dalam rangka pemulihan psikologis kepada korban dengan bantuan psikolog.

10. Seluruh biaya perkara ditanggung pelaku termasuk biaya medis, psikis, pemulihan pembinaan, dan proses hukum.

11. Masing-masing orangtua menandatangani pernyataan ini menjamin dan menyatakan bahwa mereka telah memperoleh kewenangan dari pasangannya dan karenanya mempunyai kewenangan penuh untuk bertindak sebagai kedua orang tua pelajar dimaksud.

12. Pernyataan damai ini dibuat kedua pihak dengan tidak ada unsur paksaan atau pengaruh pihak mana pun.
Ikrar ini menjadi pertanda baik, tak hanya bagi Sekolah Don Bosco, tetapi juga untuk seluruh sekolah  di tanah air dalam upaya menyelesaikan tindak kekerasan di sekolah.  Ada hikmah yang bisa diambil dalam penyelesaian kasus kekerasan tersebut. Penyelesaian tersebut adalah dengan mengupayakan  dialog yang melibatkan korban, pelaku, keluarga korban dan pelaku.


No comments:

Post a Comment